Thursday, January 17, 2013

Contextual Teaching and learning (CTL)


Pembelajaran dengan pendekatan Contextual Teaching and learning (CTL)
Pembelajaran dengan pendekatan Contextual Teaching and learning (CTL) merupakan  suatu sistem pembelajaran yang didasarkan pada filosofi John Dewey (1916) bahwa siswa akan belajar jika mereka mengetahui makna dari materi akademisnya dan mereka juga mengetahui makna kegiatan mereka di sekolah. Selain itu siswa juga akan belajar jika mereka dapat mengaitkan informasi yang baru dengan pengetahuan sebelumnya dan pengalaman mereka sendiri. Pembelajaran Contextual Teaching and learning (CTL) bertujuan untuk membekali siswa dengan pengetahuan yang secara fleksibel dapat diterapkan atau ditransferdari permasalahan kepermasalahan lain dari satu konteks ke konteks yang lain.
Menurut Nurhadi dkk, (2003:31) ada tujuh komponen utama yang mendasari penerapan pendekatan Contextual Teaching and learning (CTL) di dalam kelas. Ketujuh komponen utama itu adalah kontruktivisme (constructivisme), menemukan (inquiri), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modelling), refleksi (reflection), dan penilaian yang sebenarnya (Authentic Assesment).
1.    Kontruktivisme (constructivisme)
Kontruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pembelajaran Contextual Teaching and learning (CTL), yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks terbatas. Pengetahuan bukan seperangkat fakta, konsep, atau kaidah yang siap diambil dan diingat (Nurhadi, 2003: 33). Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Dalam hal ini ‘strategi memperoleh pengetahuan’ lebih diutamakan dari pada  hasil pengetahuan yang diperoleh oleh siswa. Dengan dasar tersebut maka pembelajaran harus dikemas menjadi suatu proses mengkonstuksi bukan menerima pengetahuan. Dalam pembelajaran, siswa membangun pengetahuannya sendiri melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar, sehingga yang menjadi pusat kegiatan dalam pembelajaran adalah siswa bukan guru. Oleh karena itu, tugas guru adalah memfasilitasi siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan dan bukan mentransfer ilmu. Menurut Nurhadi dkk, (2003:34) guru dapat menfasilitasi proses tersebut dengan cara:
1.         Menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa;
2.         Memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri; dan
3.         Menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.  
Contoh penerapannya adalah siswa dituntun untuk mengetahui definisi dari harga pembelian, harga penjualan, untung dan rugi. Misalnya guru menunjuk beberapa siswa untuk memperagakan kegiatan jual beli di depan kelas dengan teks yang telah disediakan. Sehingga dari teks percakapan itu siswa dapat mengetahui harga pembelian, harga penjualan, untung dan rugi.
2.    Menemukan (inquiri)
Menemukan (inquiri) merupakan bagian dari pembelajaran Contextual Teaching and learning (CTL). pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil menemukan sendiri. Guru harus merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkannya.
Nurhadi dkk, (2003:43) menyebutkan bahwa ada langkah-langkah yang dapat ditempuh dalam proses menemukan (inquiri), yaitu:
a.          Merumuskan masalah (dalam mata pelajaran apapun);
b.         Mengumpulkan data melalui observasi;
c.          Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya lainnya;
d.         Mengkomunikasikan/menyajikan hasil karya kepada pembaca, teman sekelas, atau yang lainnya.
Contoh penerapan pada kegiatan ini dapat dijumpai pada kegiatan siswa ketika melakukan peragaan jual beli. Dengan kegiatan yang sama pada kontruktivisme dapat ditemukan rumus harga pembelian, harga penjualan, untung dan rugi.
3.    Bertanya (Questioning)
Bertanya adalah strategi yang digunakan secara aktif oleh siswa untuk menganalisis dan mengeksplorasi gagasan-gagasan. Pertanyaan-pertanyaan spontan yang diajukan oleh siswa dapat merangsang siswa berpikir, berdiskusi, dan berspekulasi. Guru dapat menggunakan teknik bertanya dengan cara memodelkan keingintahuan siswa dan mendorong siswa agar mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Bertanya dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, guru dengan siswa, siswa dengan guru, dan siswa dengan orang lain yang didatangkan ke kelas.
Dalam kegiatan ini ,guru bertanya kepada siswa dengan tujuan mendorong keingintahuan siswa. Misalnya guru meminta siswa untuk mendefinisikan harga penjualan, harga pembelian, untung, dan rugi setelah kegiatan peragaan jual beli.                                                                                                                         
4.    Masyarakat Belajar (Learning Community)
Konsep masyarakat belajar menyarankan agar pengetahuan diperoleh dari kerja sama dengan teman sejawat atau kerja sama dengan teman yang lebih dewasa. Konsep masyarakat belajar menyarankan pembelajaran Contextual Teaching and learning (CTL) dilaksanakan dalam kelompok-kelompok belajar yang anggotanya heterogen dengan sistem hadiah kolektif bukan individual.
Dalam kelas Contextual Teaching and learning (CTL) guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar, karena diharapkan dengan adanya kegiatan seperti ini siswa akan saling belajar satu dengan yang lain. Metode pembelajaran dengan teknik learning Community ini sangat membantu proses pembelajaran di kelas yang prakteknya dapat berwujud:
a.       Pembentukan kelompok, baik kelompok kecil maupun kelompok besar;
b.      Bekerja dalam pasangan;
c.       Mendatangkan ahli ke kelas (tokoh, olahragawan, doktor, polisi, dan lainnya);
d.      Bekerja dengan kelas sederajat;
e.       Bekerja kelompok dengan kelas di atasnya;
f.       Bekerja dengan tingkat sekolah di atasnya;
g.      Bekerja dengan masyarakat.        (Nurhadi dkk,2003:49)
Penerapannya pada penelitian ini adalah siswa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok. Jumlah siswa dalam satu kelompok 4-5 siswa.
5.    Pemodelan (modelling)
Model pengetahuan dan keterampilan tertentu diperlukan dalam pembelajaran Contextual Teaching and learning (CTL). model yang dimaksud bisa berupa model proses belajar maupun model hasil belajar. Pemodelan dapat berbentuk demonstrasi, pemberian contoh tentang konsep belajar atau aktifitas belajar. Di dalam kelas yang menerapkan pembelajaran Contextual Teaching and learning (CTL), guru bukanlah satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa yang dapat ditunjuk untuk memberi contoh atau memperagakan sesuatu.
Dalam pembelajaran, pemodelan dapat diterapkan dengan cara:
a.       Mendatangkan tokoh atau figur yang dapat ditiru siswa;
b.      Memperlihatkan atau menunjukkan melalui televisi, radio atau lainnya tentang materi yang diberikan;
c.       Menggunakan benda-benda yang dapat membantu kemampuan verbal dan non verbal siswa sehingga membentuk aspek kognitif, afektif dan psikomotorik siswa. (Nurhadi dkk,2003:49)
Contoh penerapannya adalah guru mengorientasikan pada masalah jual beli melalui kegiatan mengamati. Misalnya mengamati kegiatan jual beli shampo sesuai teks percakapan pada LKS. Sehingga siswa dapat mendefinisikan dan menemukan sendiri tentang definisi dan rumus harga pembelian, harga penjualan, untung dan rugi.
6.    Refleksi (reflection)
Refleksi juga merupakan bagian yang penting dalam pembelajaran Contextual Teaching and learning (CTL). menurut Nurhadi dkk, (2003:51) Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir kebelakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan dimasa yang lalu. Refleksi merupakan gambaran terhadap kegiatan atau pengetahuan yang baru saja diterima. Siswa mengendapkan apa yang baru saja dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru, merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktifitas, atau pengetahuan yang baru diterima.
Contoh penerapannya adalah guru menanyakan kepada siswa tentang hal-hal yang baru diperoleh selama pembelajaran. Misalnya menanyakan definisi dan rumus dan bisa juga siswa disuruh menyimpulkan tentang materi aritmatika sosial pada sub pokok bahasan harga pembelian, harga penjualan, untung dan rugi.
7.    Penilaian Sebenarnya (Authentic Assesment)
Penilaian sebenarnya menitik beratkan pada penilaian proses dengan tanpa mengesampingkan penilaian hasil. Hal ini didasarkan bahwa sebenarnya pembelajaran seharusnya ditekankan pada upaya membantu siswa agar mampu mempelajari materi, tetapi bukan ditekankan pada diperolehnya sebanyak mungkin informasi di akhir satuan pembelajaran. Hal ini berarti informasi dikumpulkan selama maupun setelah pembelajaran. Pengumpulan informasi tidak hanya dari guru, tetapi bisa dari teman atau orang lain yang terlibat pembelajaran. Penilaian authentic  berupa presentasi atau penampilan siswa saat mempresentasikan hasil diskusi, hasil tes tulis, pekerjaan rumah, latihan, karya siswa, laporan yang dapat dinilai pada saat pembelajaran berlangsung. Pada kegiatan ini penilaian authentik berupa nilai tes, nilai latihan, dan nilai kektifan siswa selama pembelajaran.

1 comment:

  1. maaf numpang nanya
    Mas buku Nurhadi judul di covernya apa mas? dan penerbitnya ^^
    makasih

    ReplyDelete